About me

Feeds RSS
Feeds RSS

Sabtu, Maret 26, 2016

PSIKOTERAPI - Client Centered Therapy

A.          Pengertian Client Centered Therapy
Carl R. Rogers mengembangkan Client Centered Therapy sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client centererd adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa: terapi client centered merupakan tekhik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi

Jadi terapi client centered adalah terapi yang berpusat pada diri klien, yang mana seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien pada saat mendapatkan pemberian terapi tersebut agar klien dapat berkembang atau keluar dari masalah yang dihadapinya.

B.          Tujuan Client Centered Therapy
        Tujuan dasar dari layanan client centered yaitu sebagai berikut:
1.    Keterbukaan kepada pengalaman
Keterbukaan pada pengalaman perlu memandang kenyataan tanpa mengubah empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
2.    Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Pada tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawabanjawaban dari luar kairena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri.
3.    Tempat evaluasi internal
Tempat evaluasi internal yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berrati lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya.
4.    Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk sejenis formula untuk membangun keadaan berhasi dan berbahagia , mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan

C.          Ciri-ciri Client Centered Therapy
Ciri- ciri konseling berpusat pada person sebagai berikut:
1.   Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah
2.     Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek
3.     Masa kini lebih banyak diperhatikakan dari pada masa lalu
4.     Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling
5.  Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya
6.     Hubungan konselor dank lien merupakan situasi pengalaman terapetik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
7.     Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif.

D.          Prosedur dalam Client Centered Therapy
Dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan konseling dapat di jabarkan bahwa proses konseling dapat di bagi menjadi empat tahap, yaitu:
1.      Klien datang ke konselor dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri tidak baik.
2.    Saat klien menjumpai konselor dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan yang hsedang dialami, dan menemukan jalan atas kesulitan- kesulitannya.
3.      Pada awal konseling klien menunjukkan perilaku, sikap, dan perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada konselor secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam.
4.  Klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku yang kaku, membuka diri terhadap pengalamannya, dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkaln pengalaman yang dialaminya.

Sumber :
Fajariyah, Aulatun (2011) EFEKTIVITAS LAYANAN TERAPI CLIENT CENTERED DALAM MENGATASI SISWA TIDAK PERCAYA DIRI DI SMK NEGERI 1 SURABAYA. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Nama : Nurul Syifana
NPM  : 16513741


Sabtu, Maret 19, 2016

PSIKOTERAPI - Terapi Humanistik Eksistensial

Psikologi humanistik (Humanistic Psychology) dibuat oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori (psikoanalisis dan behaviorisme) yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Tokoh-tokoh dalam eksistensial-humanistik yaitu Abraham Maslow, Carl H. Rogers, Holo May, Bagental, Yourard dan Arbuckle. 

A.          Pengertian Terapi Humanistik Eksistensial
Terapi Humanistik Eksistensial juga merupakan terapi yang memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. Terapi ini juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien pada masa-masa sekarang bukan pada masa lampau. Tetapi, ada juga kesamaan antara terapi humanistik eksistensial dengan terapi psikodinamik yakni kedua-duanya menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.

B.          Tujuan Eksistensial Humanistik
Tujuan mendasar eksistensial humanistik adalah membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan dalam hidup manusia sendiri. Juga diarahkan untuk membantu klien agar menjadi lebih sadar bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak, dan kemudian membantu mereka membuat pilihan hidup yang memungkinkannya dapat mengaktualisasikan diri dan mencapai kehidupan yang bermakna. Pada dasarnya terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya

C.          Ciri-ciri Eksistensial Humanistik
1.  Eksistensialisme bukanlah suatu aliran melainkan suatu gerakan yang memusatkan penyelidikannya manusia sebagai pribadi individual dan sebagai ada dalam dunia (tanda sambung menunjukkan ketakterpisahan antara manusia dan dunia).
2.      Adanya dalil-dalil yang melandasi yaitu:
a)   Setiap manusia unik dalam kehidupan batinnya, dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia, dan dalam bereaksi terhadap dunia.
b)  Manusia sebagai pribadi tidak bisa dimengerti ddalam kerangka fungsi-fungsi atau unsur-unsur yang membentuknya.
c) Bekerja semata-mata dalam kerangka kerja stimulus respons dan memusatkan perhatian pada fungsi-fungsi seperti penginderaan, persepsi, belajar, dorongan- dorongan, kebiasaan-kebiasaan, dan tingkah laku emosional.
3.      Sasaran eksistensial adalah mengembangkan konsep yang komperehensif tentang manusia dan memahami manusia dalam keseluruhan realitas eksistensialnya, misalnya pada kesadaran, perasaan-perasaan, suasana-suasana perasaan, dan pengalaman-pengalaman pribadi individual yang berkaitan dengan keberadaan individualnya dalam dunia dan diantara sesamanya.
4.      Tema-temanya adalah hubungan antar manusia, kebebasan, dan tanggung jawab, skala nilai-nilai individual, makna hidup, penderitaan, keputusasaan, kecemasan dan kematian.

D.          Terapi Eksistensial-Humanistik
1.         Konsep Terapi
Pendekatan eksistensial-humanistik menekankan pada renungan-renungan filosofis  tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.
2.         Fungsi dan Peran Terapis
Terapis di dalam terapi humanistik eksistensial memiliki tugas yang paling utama, yaitu berusaha agar dapat mengerti pasien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia. Dimana tekhnik yang digunakan selalu mendahului suatu pengertian yang mendalam terhadap pasiennya.
3.         Proses dan Teknik Terapi Humanistik
Proses konseling eksistensial humanistik menggambarkan suatu bentuk aliansi terapeutik antara konselor dengan konseli. Konselor eksistensial mendorong kebebasan dan tanggung jawab, mendorong klien untuk menangani kecemasan, keputusasaan, dan mendorong munculnya upaya-upaya untuk membuat pilihan yang bermakna. Untuk dapat memahami sepenuhnya perasaan dan pikiran konseli tentang isu-isu kematian, isolasi, putus asa dan rasa bersalah, konselor perlu melibatkan dirinya dlam kehidupan konseli. Untuk mencapai kondisi seperti itu, konselor harus mengkomunikasikan empati, respek, atau penghargaan, dukungan, dorongan, keterbukaan, dan kepedulian yang tulus. Sepanjang proses konseling, konselor harus mendengarkan dengan sungguh-sungguh sehingga mereka dapat memahami pandangan-pandangan konseli kemudian kemudian membantunya mengekspresikan ketakutan-ketakutannya dan mengambil tanggung jawab bagi kehidupannya sendiri.

Teknik utama eksistensial humanistik pada dasarnya adalah penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi perubahan. Namun eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik (pendekatan) khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi).

v  Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap yaitu:
a)      Tahap pertama, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
b)   Pada tahap kedua, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
c)      Tahap ketiga berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaaan kebebasan pribadinya


Sumber :
·           Amalia, Riza (2012) TERAPI EKSISTENSIAL HUMANISTIK DALAM MENGATASI SISWA PUTUS ASA: STUDI KASUS SISWA X DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI SIDOARJO. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
·           Drs. Yustinus semiun. OFM. Kesehatan Mental. Penerbit: Kanisius.

(https://books.google.co.id/books?id=buwj_j_4mukC&dq=terapi+humanistik+eksistensial&hl=id&source=gbs_navlinks_s)


Nama  : Nurul Syifana
NPM    : 16513741
Kelas  : 3PA05

Sabtu, Maret 12, 2016

PSIKOTERAPI - Terapi Psikoanalisis

Psikoanalisis merupakan cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya. Psikoanalisis Freud adalah sistem psikologi yang diarahkan pada pemahaman, penyembuhan dan pencegahan penyakit-penyakit mental. Psikoanalisis Freud juga merupakan suatu sistem dinamis dari psikologi yang mencari akar-akar tingkah laku manuia di dalam motivasi dan konflik yang tak disadari. Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan pada awalnya bahwa perilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang dirasakan oleh manusia semenjak kecil.

a. Tingkat Kehidupan Mental
1.  Alam Tidak Sadar
Alam tidak sadar (unconscious) menjadi tempat bagi segala dorongan, desakan, maupun insting yang tidak disadari tetapi ternyata mendorong perkataan, perasaan, dan tindakan.
2.  Alam Bawah Sadar
Alam bawah sadar (preconscious) ini memuat semua elemen yang tidak disadari, tetapi bisa muncul dalam kesadaran dengan cepat atau agak sukar.
3.  Alam Sadar
Alam sadar (conscious) didefinisikan sebagai elemen-elemen mental yang setiap saat berada dalam kesadaran. Ini adalah satu-satunya tingkat kehidupan mental yang bisa langsung diraih.

b. Struktur Kehidupan Mental
1.  Id
Id merupakan sestem kepribadian yang paling dasar yang berisi naluri-naluri bawaan. Fungsinya sebagai penyedia dan penyalur energi kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Contoh: bila manusia lapar maka ia akan makan
2.  Ego
Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Contoh: bila manusia lapar dan dia tidak mendapati makanan, maka ia akan mencari tempat dimana sekiranya ia akan menemukan makanan.
3.  Superego
Superego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif. Mempertimbangkan baik-buruk. Contoh: bila manusia lapar kemudian ia menemukannya makanan yang bukan miliknya, maka ia tidak akan mengambil makanan tersebut.

c. Terapi Psikoanalisis
1.  Tujuan Terapi Psikoanalisis
Ø  Membentuk kembali struktur karakter individu dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien.
Ø  Fokus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.
2.  Fungsi dan Peran Terapis
Ø  Terapis membiarkan dirinya anonym serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada terapis.
Ø  Peran Terapis
v  Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
v  Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien.
v  Mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentangan pada cerita klien.
3.  Hubungan Terapis dan Klien
Ø Hubungan dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi inti Terapi Psikoanalisis
Ø Transferensi mendorong klien untuk mengalamatkan pada terapis “urusan yang belum selesai” yang terdapat dalam hubungan klien di masa lalu dengan orang yang berpengaruh
Ø Sejumlah perasaan klien timbul dari konflik-konflik seperti percaya lawan tidak percaya, cinta lawan benci
Ø Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan kembali konflik masa dininya yang menyangkut cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan dan dendamnya.
Ø Jika terapis mengembangkan pandangan yang tidak selaras yang berasal dari konflik-konflik sendiri, maka akan terjadi kontra transferensi
v  Bentuk kontratransferensi (perasaan tidak suka atau keterikatan dan keterlibatan yang berlebihan).
v  Kontratransferensi dapat mengganggu kemajuan terapi.
4.  Teknik Terapi Psikoanalisis
a.  Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik di masa lalu. Dalam teknik ini klien disuruh untuk duduk santai atau tidur lalu menceritakan semua pengalaman yang terlintas dalam benaknya baik yang teratur maupun yang tidak, sepele atau penting, logis atau tidak logis, relevan atau tidak, semuanya harus diungkapkan. Asosiasi yang diucapkan itu kemudian ditafsirkan sebagai pengungkapkan tersamar pengalaman yang direpres.
b.  Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dalam menganalisa asosiasi bebas, mimpi, resistensi dan transferensi. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien. Terapis harus benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan berbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap berbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri.
c.   Analisis mimpi
Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar karena isi mimpi ditentukan oleh keinginan-keinginan yang direpres. Pada teknik ini difokuskan untuk mimpi-mimpi yang berulang-ulang, menakutkan, dan sudah pada taraf mengganggu.
d.  Analisis dan Penafsiran Resistensi
Analisis dan Penafsiran Resistensi adalah yang ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi atau dinamika yang tidak disadari untuk mempertahankan kecemasan. Terapis harus bisa menerobos kecemasan yang ada pada pasien sehingga pasien bisa menyadari alasan timbulnya resitensi tersebut. Setelah klien bisa menyadarinya, pasien bisa menanganinya dan bisa mengubah tingkah lakunya.
e.  Analisis Transferensi/Pengalihan
Analisis Transferensi/Pengalihan Adalah teknik utama dalam terapi psikoanalis karena dalam teknik ini, masa lalu dihidupkan kembali. Pada teknik ini diharapkan pasien dapat memperoleh pemahaman atas sifatnya sekarang yang merupakan pengaruh dari masa lalunya. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketidaksadaran pasien karena alat ini mendorong klien untuk menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Teknik analisis transferensi dilakukan agar klien mampu mengembangkan tranferensinya guna mengungkap kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa lalunya (masa anak-anak), sehingga terapis punya kesempatan untuk menginterpretasi tranferen. Dan pada teknik ini terapis menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif serta tidak memberikan saran. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. 

 Sumber:
·      D.Gunarsa, Prof.DR.Singgih. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
·      Naisaban, Ladidlaus. Para psikologi terkemuka dunia: Riwayat, pokok pokiran dan karya. Jakarta: Grasindo.
·      https://nurainiajeeng.wordpress.com
Nama: Nurul Syifana
Kelas: 3PA05