About me

Feeds RSS
Feeds RSS

Selasa, Juni 28, 2016

PSIKOTERAPI - Terapi Keluarga (Family Therapy)

TERAPI KELUARGA (FAMILY THERAPY)
Menurut Kartini Kartono dan Gulo dalam kamus psikologi, family therapy (terapi keluarga) adalah suatu bentuk terapi kelompok dimana masalah pokoknya adalah hubungan antara pasien dengan anggota-anggota keluarganya. Oleh sebab itu seluruh anggota keluarga dilibatkan dalam usaha penyembuhan. Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga. Terapi keluarga berfokus pada cara suatu sistem keluarga yang mengorganisasi patologis terstruktur yang dipandang sesuatu yang salah.

A.    Tujuan Family Therapy
Secara umum, tujuan family therapy adalah :
1.    Membantu anggota keluarga untuk belajar dan secara emosional menghargai bahwa dinamika kelurga saling bertautan di antara anggota keluarga.
2.      Membantu anggota keluarga agar sadar akan kenyataan bila anggota keluarga mengalami problem, maka ini mungkin merupakan dampak dari satu atau lebih persepsi, harapan, dan interaksi dari anggota keluarga lainnya.
3.      Bertindak terus menerus dalam konseling/terapi sampai dengan keseimbangan homeostasis dapat tercapai, yang akan menumbuhkan dan meningkatkan keutuhan keluarga.
4.   Mengembangkan apresiasi keluarga terhadap dampak relasi parental terhadap anggota keluarga (Perez, 1979).
Secara khusus, family therapy bertujuan untuk :
1.  Membuat semua anggota keluarga dapat mentoleransikan cara atau perilaku yang unik (idiosyncratic) dari setiap anggota keluarga.
2.   Menambah toleransi setiap anggota keluarga terhadap frustrasi, ketika terjadi konflik dan kekecewaan, baik yang dialami bersama keluarga atau tidak bersama keluarga.
3.  Meningkatkan motivasi setiap anggota keluarga agar mendukung, membesarkan hati, dan mengembangkan anggota lainnya.
4.      Membantu mencapai persepsi parental yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga (Perez, 1979).

B.     Peran Intervensi pada Terapi Keluarga
1.     Sebagai penilai mengenai; masalah, sasaran intervensi, kekuatan dan strategi keluarga, kepercayaan dan etnik keluarga. Eksplorasi pada: reaksi emosi keluarga terhadap trauma dan transisi, komposisi, kekuatan dan kelemahan, informasi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan keluarga, kesiapan untuk intervensi dan dirujuk pada ahli lain.
2.     Pendidik/pemberi informasi agar keluarga siap beradaptasi terhadap perubahan-perubahan 
3.  Pengembang sistem support, mengajarkan support dan selalu siap dihubungi.
4.     Pemberi tantangan
5.   Pemberi fasilitas prevensi (pencegahan) dengan mempersiapkan keluarga dalam menghadapi stress.


C.    Teknik Terapi Keluarga
Berikut ini beberapa teknik yang dapat digunakan oleh terapis keluarga meliputi:
1.   Pemeragaan: Memperagakan ketika masalah itu muncul. Misalnya ayah dan anaknya sehingga mereka saling diam bertengkar, maka terapis membujuk mereka untuk berbicara setelah itu terapis memberikan saran-sarannya dan bisa disebut dengan psikodrama. Dan komunikasi dalam keluarga paling penting.
2.         Homework: Mengumpulkan seluruh anggota keluarga agar saling berkomunikasi diantaranya.
3.      Family Sculpting: Cara untuk mendekatkan diri dengan anggota keluarga yang lain dengan cara nonverbal.
4.      Genograms: Sebuah cara yang bermanfaat untuk mengumpulkan dan mengorganisasi informasi tentang keluarga genogram adalah Sebuah diagram terstruktur dari sistem hubungan tiga generasi keluarga. Diagram ini sebagai roadmap dari sistem hubungan keluarga. Hal ini berarti memahami masalah dalam bentuk grafik.

D.    Proses Terapi Keluarga
1.      Melibatkan keluarga, pertemuan dilakukan di rumah, sehingga konselor mendapat informasi nyata tentang kehidupan keluarga dan dapat merancang strategi yang cocok untuk membantu pemecahan problem keluarga.
2.    Penilaian Problem/masalah yang mencakup pemahaman tentang kebutuhan, harapan, kekuatan keluarga dan riwayatnya.
3.     Strategi-strategi khusus untuk pemberian bantuan dengan menentukan macam intervensi yang sesuai dengan tujuan.
4.     Follow up, dengan memberi kesempatan pada keluarga untuk tetap berhubungan dengan konselor secara periodik untuk melihat perkembangan keluarga dan memberikan support.


Daftar Pustaka
Hasnida. (2002). Family Counseling/Therapy. Universitas Sumatera Utara.

Nurul Syifana
16513741
3PA05

PSIKOTERAPI - Terapi Kelompok

TERAPI KELOMPOK
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008).

A.    Manfaat Terapi kelompok
1.      Umum
a)      Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b)      Membentuk sosialisasi
c)      Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d)      Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.
2.      Khusus
a)      Meningkatkan identitas diri.
b)      Menyalurkan emosi secara konstruktif.
c)      Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
d)  Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya. (Yosep, 2007)

B.     Tahapan Terapi Kelompok
1.      Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr. Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti Terapi Kelompok adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).
2.      Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming, storming, dan norming.
a)      Tahap orientasi : Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
b)  Tahap konflik : Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
c)      Tahap kohesif : Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).
3.      Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep, 2007).
4.      Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

Daftar Pustaka

Sihotang, L. D. (2010). : Pengaruh TAK Stimulasi Persepsi terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Medan. Skripsi: Universitas Sumatera Utara