Viktor Emil Frankl dilahirkan di Wina pada tanggal 26 Maret 1905 dari
keluarga Yahudi kelas menengah yang menempuh asimilasi dengan kehidupan
masyarakat Austria. Nilai-nilai dan kepercayaan Yudaisme berpengaruh kuat atas
diri Frankl. Pengaruh ini ditunjukkan antara lain oleh minat Frankl yang besar
pada persoalan spiritual, khususnya persoalan mengenai makna hidup. Viktor E.
Frankl adalah Profesor dalam bidang neurologi dan psikiatri di The University
of Vienna Medical School dan guru besar luar biasa bidang logoterapi pada U.S.
International University. Dia adalah pendiri apa yang biasa disebut madzhab
ketiga psikoterapi dari Wina (setelah psikoanalisis Sigmund Freud dan psikologi
individu Alfred Adler), yaitu aliran logoterapi (Frankl, 1988: 7).
A.
Gambaran Umum
Logoterapi
Kata logoterapi berasal dari dua kata, yaitu “logo” berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti makna atau meaning
dan juga rohani. Adapun kata “terapi” berasal dari bahasa Inggris “theraphy” yang artinya penggunaan
teknik-teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu
penyakit. Jadi kata “logoterapi”
artinya penggunaan teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan
suatu penyakit melalui penemuan makna hidup. Logoterapi bertugas membantu
pasien menemukan makna hidup.
Logoterapi memusatkan perhatian pada kualitas-kualitas
insani, seperti hasrat untuk hidup bermakna, hati nurani, kreativitas, rasa
humor dan memanfaatkan kualitas-kualitas itu dalam terapi dan pengembangan
kesehatan mental. Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna
dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut.
B.
Landasan Filosofis
Logoterapi Logoterapi
Logoterapi memiliki tiga konsep yang menjadi landasan
filosofisnya, yaitu:
1.
Kebebasan berkeinginan (Freedom of will)
Kebebasan yang dimaksud disini adalah suatu kebebasan untuk
tetap berdiri tegak apapun kondisi yang dialami manusia. Disini manusia bebas
menentukan sikapnya menghadapi keadaan sekitarnya, bebas membuat rencana diluar
kecenderungan somatik dan komponen-komponen psikisnya. Bebas bukan hanya untuk menghadapi
dunia tetapi juga menghadapi diri sendiri.
2.
Keinginan akan makna (Will-to-meaning)
Yaitu suatu kemampuan untuk menemukan arti hidupnya. Will-to-meaning
ini suatu dorongan kemauan dasar yang berjuang untuk mencapai arti hidup yang
lebih tinggi untuk eksis didunia. Ia merupakan suatu dorongan yang
mengendalikan manusia untuk menemukan arti dalam hidupnya.
3.
Makna hidup (The meaning of life)
Arti hidup bagi seorang manusia. Arti hidup yang dimaksud
disini adalah arti hidup yang bukan dipertanyakan tetapi untuk direspon karena
kita semua bertanggung jawab untuk suatu hidup. Respon yang diberikan bukan
dalam bentuk kata-kata tetapi dalam bentuk tindakan dan melakukannya.
C.
Teknik-Teknik
Logoterapi
1.
Paradoxical
intention
Paradoxical
intention pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak
(self-detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri
dan lingkungan. Paradoxical intention terutama cocok untuk pengobatan jangka
pendek pasien fobia (ketakutan irrasional). Dengan teknik ini, konselor
mengupayakan agar klien yang mengalami fobia mengubah sikap dari ‘takut’
menjadi ‘akrab’ dengan objek fobianya. Dengan teknik paradoxical intention,
mereka diajak untuk ‘berhenti melawan’, tetapi bahkan mencoba untuk ‘bercanda’
tentang gejala yang ada pada mereka, ternyata hasilnya adalah gejala tersebut
akan berkurang dan menghilang. Klien diminta untuk berpikir atau membayangkan
hal-hal yang tidak menyenangkan, menakutkan, atau memalukan baginya. Dengan
cara ini klein mengembangkan kemampuan untuk melawan ketakutannya.
2.
Derefleksi
Teknik logoterapi
lain adalah “de-reflection”, yaitu memanfaatkan kemampuan transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki
setiap manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan untuk
membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman, tetapi
mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang positif dan
bermanfaat. Di sini klien pertama-tama dibantu untuk menyadari kemampuan atau
potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan Sekali kemampuan tersebut dapat
diungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu perasaan unik,
berguna dan berharga dari dalam diri klien.
3.
Bimbingan ruhani (Medical
ministry)
Bimbingan rohani kiranya bisa dilihat sebagi ciri paling
menonjol dari Logoterapi sebagai psikoterapi berwawasan spiritual. Sebab,
bimbingan ruhani merupakan metode yang secara eksklusif diarahkan pada unsur
rohani atau roh, dengan sasaran penemuan makna oleh individu atau pasien
melalui realisasi nilai-nilai bersikap. Jelasnya bimbingan rohani merupakan
metode yang khusus digunakan pada penanganan kasus dimana individu dalam
penderitaan karena penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau nasib buruk yang
tidak bisa diubahnya dan tidak mampu lagi untuk berbuat selain menghadapi
penderitaan itu (Koswara, 1992: 127).
4.
Existential analysis
Pada prinsipnya, pendekatan logoterapi membantu penderita
neurosis noogenik dan mereka yang mengalami kehampaan hidup dan frustasi
eksistensial serta keluhan-keluhan tanpa makna lainnya. Tujuannya agar para
penderita itu dapat menemukan sendiri makna hidupnya dan mampu menetapkan
tujuan-tujuan hidupnya secara lebih jelas. Di samping itu, logoterapi juga
lebih menyadarkan mereka terhadap tanggung jawab pribadi, baik tanggung jawab
terhadap diri sendiri dan hati nurani, keluarga dan masyarakat.
D. Tahapan Konseling Logoterapi
Ada empat tahap utama didalam proses konseling
logterapi diantaranya adalah:
1.
Tahap perkenalan dan pembinaan rapport. Pada tahap
ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi dengan pembina
rapport yang makin lama makin membuka peluang untuk sebuah encounter. Inti
sebuah encounter adalah penghargaan kepada sesama manusia, ketulusan hati, dan
pelayanan. Percakapan dalam tahap ini tak jarang memberikan efek terapi bagi
konseli.
2.
Tahap pengungkapan dan penjajagan masalah. Pada
tahap ini konselor mulai membuka dialog mengenai masalah yang dihadapi konseli.
Berbeda dengan konseling lain yang cenderung membeiarkan konseli “sepuasnya”
mengungkapkan masalahnya, dalam logoterapi konseli sejak awal diarahkan untuk
menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
3.
Pada tahap pembahasan bersama, konselor dan
konseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas masalah yang
dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam penderitaan.
4.
Tahap evaluasi dan penyimpulan mencoba memberi
interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap
selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap ini
tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan
pemenuhan makna, dan pengurangan symptom.
SUMBER:
- Bakhtiyar Zain (2005). Pemikiran Viktor E. Frankl Tentang Logoterapi Dan Implikasinya Terhadap Kesehatan Mental (Analisis Bimbingan Konseling Islam). Undergraduate Theses from JTPTIAIN
- Naisaban, Nadidlaus. Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, Dan Karya. Jakarta: Grasindohttp://dnf10.blogspot.co.id/2014/05/logoterapi-dan-contoh-kasus-logoterapi.htmlNama : Nurul SyifanaNPM : 16513741